Selasa, 07 Desember 2010

Tiga Perlindungan



Tiga Perlindungan






Untuk menjadi seorang Umat Buddha, kita tidak perlu menjalankan upacara khusus seperti pembaptisan, "mencukur rambut", atau memakai jubah tertentu. Pengikut beberapa agama tertentu mengharuskan memelihara jenggot bagi pria dan model rambutnya pun ditentukan. Ada pula agama yang mengharuskan pemeluknya memakai tanda berwarna di kening mereka. Dalam agama Buddha hal seperti itu tidak ada. Satu-satunya cara yang paling nyata untuk menjadi seorang Buddhis adalah dengan mempelajari ajaran Sang Buddha, untuk kemudian mempraktekkannya. Tetapi umumnya, orang yang telah memutuskan untuk menjadi pemeluk Buddha lebih suka mengadakan sebuah perayaan kecil sebagai pernyataan bahwa ia telah menbuat keputusan yang penting ini. Perayaan yang biasanya kita lakukan dikenal sebagai "Berlindung pada Tiga Permata dan Menjalankan Lima Sila". Sebenarnya apakah Tiga Permata itu dan apa arti Tiga Permata bagi kita?

Tidaklah penting perayaan atau upacara itu dilakukan dalam bahasa Pali, Sansekerta, Inggris, atau Indonesia. Yang paling penting adalah apa yang ada di hati. Ada makna yang sangat dalam yang dikandung pernyataan Berlindung ini dan kita dapat melihatnya dari beberapa segi, tiap segi ini menambahkan arti dan menambah nilai bagi kita. Dibawah ini merupakan pernyataan berlindung itu dalam bahasa Indonesia.

SAYA BERLINDUNG PADA BUDDHA
SAYA BERLINDUNG PADA DHARMA
SAYA BERLINDUNG PADA SANGHA

tetapi, untuk sementara orang pernyataan berlindung ini dapat diungkapkan dengan lebih berkesan, seperti berikut ini:

SAYA BERSUJUD MOHON BIMBINGAN PADA YANG TERANG SEMPURNA
SAYA BERSUJUD MOHON BIMBINGAN PADA AJARANNYA YANG SUCI
SAYA BERSUJUD MOHON BIMBINGAN PADA PERSAUDARAAN SUCI PARA SISWANYA

Ungkapan lainnya yang dapat digunakan untuk pernyataan berlindung ini adalah:

SAYA MENEMUKAN KEBENARAN DALAM SANG BUDDHA
SAYA MENEMUKAN KEBENARAN DALAM AJARANNYA
SAYA MENEMUKAN KEBENARAN DALAM PERSAUDARAAN SUCINYA

Perlu diingat bahwa sebaik apapun kata-kata itu diucapkan, namun tidak akan bermakna bila yang diucapkan tidak selaras dengan apa yang ada alam hati. Seseorang yang bertempat tinggal jauh dari masyarakat Buddhis dan tidak pernah melihat Bhikkhu, bisa saja merupakan pengikut Buddha sejati jika ia bertekad untuk menjadi siswa Sang Buddha dan mengikuti Ajaran-Nya.

Sang Buddha adalah Guru kita, Dharma adalah penawar derita kita, yang menunjukkan jalan menuju lenyapnya ketidak-bahagiaan, dan Sangha adalah sahabat kita. Setiap anak buddhis seygoyanya mempunyai doa yang diucapkan pada saat mau tidur maupun pada saat bangun tidur. Siapa saja dapat mengingat doa Tiga Perlindungna ini dengan sangat mudah. Dan, Tiga Perlindungan merupakan doa yang sangat baik dilaksanakan kapan saja dan dimana saja. Tetapi, dalam dunia Buddhis, diuakini bahwa palng baik memulai hari dengan mengingat Tiga Permata atau Tiga Perlindungan, dan menjadikannya sebagai penutup hari sebelum kita tidur. meskipun doa ini singkat, namun, perlu diingat bahwa Ia meliputi seluruh Ajaran Buddhis.

Buddha, Guru Agung kita dan penunjuk jalan kehidupan bagi kita. Dharma, merupakan Ajaran yang diwariskan-Nya kepada kita sebagai "Pedoman" dalam menempuh kehidupan ini. Sedangkan angha, atau persaudaraan para Bhikkhu, melambangkan penjaga Dharma dan merupakan sahabat kita.

Pada zaman dahulu, di Korea, hiduplah sebuah keluarga miskin yang hidup dari mengumpulkan kayu hutan untuk kemudian dibuat arang. keluarga ini mempunyai sepasang anak. Meskipun hidup mereka susah, mereka tetap bahagia. Hingga suatu hari, penyakit "Singgah" di gubuk mereka. Ayah dan ibu mereka mulai cemas. Tetangga yang terdekat berada beberapa mil dari tempat mereka, dan untuk meminta bantuan kesana, banyak gunung yang harus dilalui. Akhirnya, setelah beras habid dan tak ada lagi obat-obatan yang bisa digunakan, suami istteri itu meminta anak-anak mereka meminta pertolongan. Mereka dengan seksama memberikan petunjuk pada anak-anaknya agaimana melewato ginung-gunung yang tinggi, dan sebelum anak-anak itu berangkat, mereka tidak lupa berdoa pada Sang Buddha. Mereka memulai dan mengakhiri doa mereka dengan memanjatkan Tiga Perlindungan. Maka, berangkatlah kedua anak kecil itu mencari pertolongan untuk ayah ibu mereka yang sakit.

Akhirnya, setelah berjalan berjam-jam, dan dalam keadaan yang sangat lelah, mereka berhasil tiba di kampung terdekat. Orang-orang kampung yang baik memberikan mereka obat-obatan dan makanan, seorang ibu menawarkan diri untuk pulang bersama mereka agar bisa membantu merawat orang tua mereka yang sakit.

ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang, tiba-tiba muncul seorang merampok menghadap di tengah jalan, dengan golok ditangan, dan mengancam akan membunuh mereka. Wanita tua sangat ketakutan, ia lari terbiri-birit. Anak-anak tidak berdaya, mereka masih kecil, mereka tidak kuat berlari jauh. Akhirnya, mereka berlutu, memejamkan mata, dan memanjatkan doa Tiga Perlindungan.

Ketika perampok tersebut melihat hal ini, mendengar Tiga Perlindungan, badannya menjadi lemas. Ia teringat waktu masih kecil, ibunya juga mengajarkan doa Tiga Perlindungan kepadannya. Ia kemudian menangis. Doa Tiga Perlindungan telah menggugah hatinya. Sejak itu, ia berjanji untuk menjadi orang baik dan jujur. Ia mencari wanita tua yang lari tadi, kemudian memikul beras, obat-obatan, bersama anak-anak kembali ke gubuk mereka.

Ia tinggal di sana, dan membantu menebang kayu dan membuat arang hingga orang tua anak-anak itu sembuh. kemudian, orang yang pernah menjadi perampok buas ini tinggal disebuah vihara di gunung Intan di Korea, dan dalam usia tuanya dikenal sebagai orang suci.

Sampai saat ini, di atas batu nisannya terukir kata-kata "Perampok yang menjadi orang suci". Tetapi mari kita ingat baik-baik, pertobatan perampok itu diawali oleh anak-anak yang memanjatkan doa Tiga Perlindungan dengan sepenuh hati mereka.


[ Dikutip dari Majalah Buddhis Indonesia edisi 78 ]

1 komentar:

  1. Orang Tua sekarang,tdk mengerti tentang Tiga Perlingdungan,tdk mengajarkan kpada anak anak tentang tiga perlingdung itu,sehingga orang berangagpan beragama Buddha Ritualnya panjang dan ribet.

    BalasHapus